Home » Parenting Nabawi » 5 Tips Supaya Anak Mau Sholat & Mengaji

5 Tips Supaya Anak Mau Sholat & Mengaji

Bismillah walhamdulillah, asholatu wassalamu ‘ala rosulillah…

5 Tips ini adalah jawaban atas belasan pertanyaan sahabat-sahabat dekat penulis –

Mengajak anak untuk sholat dan atau membaca al-Quran gampang-gampang susah. Terkadang kalau anak lagi bersemangat akan giat sholat mengaji meski tanpa ‘diingatkan’. Namun jika datang ‘godaan-godaan’, mudah sekali menimpali kalimat alasan.

 

Mungkin secuil tips ini, dapat menjadi pertimbangan 🙂

hajjismail

Cara 1 : Biasakan diri sebagai orang tua mengaji

Kita dulu pernah jadi anak-anak. Disadari atau tidak, ‘teladan orang tua’ merupakan kebiasaan kita sehari-hari yang masih berlanjut sampai kita pun punya episode memiliki amanah anak-anak.

Anak cenderung mengikuti kebiasaan orang tuanya. Dengan menjadikan diri kita mudah menegakkan sholat, gemar mengaji, anak akan memperhatikan kebiasaan bagus ini, lalu  menirunya. Bahkan tanpa disuruh pun, anak akan sukarela mengambil buku iqro’nya.

Sangat disayangkan jika ada orang tua yang terburu-buru mendatangkan guru les mengaji, sementara dirinya tidak menyentuh al-Quran. Harapan pada anak begitu tinggi, namun dirinya sendiri tidak bisa dijadikan teladan. Anak akan mudah berontak, (tidak sekarang, mungkin nanti di usia dewasanya…) karena disuruh melakukan apa yang dilihatnya tidak dilakukan oleh orang tua.

Putra pertama saya, Azzam, sholat dengan gaya ‘ikut-ikutan’ di usia 9 bulan-an, memang ia sudah bisa berdiri waktu itu. Adiknya, Sayyif, umur 6 bulan-an sudah meniru sujud lama—ketika melihat orang tua terbangun untuk sholat malam. Begitupun Yazzuhud, di usia 6 bulan-an melakukan gaya tengkurap sebagai bentuk sujud, dan gaya duduk membungkuk sebagai bentuk rukuk. Bi’iznillah, adik Sahla, di usia 11 bulan sudah mengikuti sholat jama’ah ‘ikut-ikutan’ gaya abang di depannya : berdiri, takbir, rukuk, sujud, bahkan ketika duduk tahiyat.

doa1

Cara 2: Jadikan sholat & mengaji bersama anak sebagai aktivitas menyenangkan

Hal ini mesti menggembirakan. Dakwah itu bukan hal menyeramkan, lakukan dengan lembut dan curahkan kasih sayang.

Cara asyik dengan permainan misalnya menunjukkan atau menyusun potongan huruf-huruf hijaiyah. Anak kecil memang masanya bermain, sehingga akan menikmati mengaji seraya riang bermain. Bisa juga dengan diselingi senandung sholawat, seraya menghafalkan gerakan sholat. Berkreativitaslah di depan anak-anak, misalnya nyanyikan bersamanya, “Aku mau sholat, sekarang wudhu dahulu… yang pertama kubasuh tanganku… dst” (Penulis sendiri memiliki ‘senandung-senandung rahasia’ bersama anak-anak yang tidak pernah dipublikasikan kemana pun, cukup Allah azza wa jalla yang maha melihat, cukup malaikat-Nya yang pantas untuk mencatat ;-)).

Selingan permainan, senandung ini akan menjadikan pikiran anak kita segar dan santai. Dan satu hal penting, hindari untuk membentak! Bentakan akan membuat suasana menjadi tidak nyaman. Pandailah mengalihkan pembicaraan jika dirasa anak ‘mulai bosan atau kurang nyaman’.

sayyifhajj

Cara 3: Berikan penghargaan pada anak

Bersyukurlah karena anak kita masih kecil ~ sudah doyan sholat mengaji, ditambah-tambah mudah dibujuk buat menghafal quran pula, Walhamdulillah…

Berikanlah penghargaan atas kesediannya, dengan memujinya dan memberinya hadiah. Sesederhana apa pun hadiah orang tua, sang anak akan mengingat ini seumur hidupnya. Ini terjadi pada masa kecil penulis, di usia lima tahun ketika ‘khataman quran’ bersama kakak-kakak di rumah, orang tua memberikan hadiah dan membuatkan masakan kesukaan keluarga saat itu. Apresiasi yang menyenangkan ini menjadi unforgettable moment sehingga besok-besok jadi tambah bersemangat mengaji.

Penulis mengikuti orang tua untuk bangun malam dan qiyamullail, sejak di usia 9 tahun… Ini bukan dibangunkan oleh orang tua, melainkan memang ikut terbangun (atas izin Allah ta’ala tentunya) saat orang tua sengaja bangun malam untuk berakrab khusyuk dengan sang Khaliq.

Cara 4 : Berikan motivasi pada anak

Salah satu kalimat motivasiku adalah, “Anak sholeh disayang Allah, dan dicintai orang tua.”

Dan point penting yang berusaha penulis terapkan pada anak (sebagai pesan Ustadz Budi Ashari~ parenting nabawi) adalah “Berimprovisasilah dalam dialog bersama anak tentang dua tema : Kematian dan Hari Kiamat.” 🙂 Ini dua tema yang tidak ada kebohongan di dalamnya, namun mesti pandai-pandai dalam penggunaan kalimat buat diserap oleh anak-anak.

Alhamdulillah, Qodarulloh saat berpulangnya mamanda Hj. Sahla binti H. Abdul Madjid tahun lalu, cucundanya ; Azzam, Sayyif dan Zuhud ‘memahami’ dengan pikiran mereka sendiri bahwa dunia ini hanyalah tempat transit sementara. Para cucu alias anak-anak dan keponakan yang berusia empat tahun-an sudah dapat mendo’akan ombay (neneknya), masya Allah! (“Allahummaghfirlaha warhamha wa ‘afiha wa’fuanha.” ila Hj. Sahla binti H, Abdul Madjid)

“Bagaimana supaya ‘yang di alam barzah’ disayangi Allah ta’ala dan dihadiahkan tempat terindah ? Bagaimana supaya kelak berkumpul bersama dalam taman terindah yang dipersiapkan Allah ta’ala buat ummat baginda Muhammad SAW?” Jawabannya cuma “berpegang teguh pada quran dan sunnah”. Dalam usia 8 atau 9 tahun-an, anak mulai dapat diceritakan bahwa ‘yang mengajarkan sholat dan mengaji orang tuanya’ adalah kakek neneknya. Lalu ketika anak meneruskan ‘aktivitas sholat dan mengaji’ maka yang dilimpahkanNya pahala bukan hanya orang tua, melainkan kakek nenek juga, bapak-ibu guru dari orang tuanya juga, dst… meskipun mereka sudah tidak berada di dunia lagi.

Jadi di umur 10 tahun-an, anak-anak sudah ‘menangkap motivasi’ yang orang tua berikan bukanlah ‘hubbudunya’ (meskipun hadiah-hadiah orang tua berbentuk materi, misalnya), melainkan ada motivasi hakiki yang jauh lebih penting, yaitu meraih selamat di kehidupan akhirat.

In Madinah <3
In Madinah 🙂

Cara 5: Senantiasa mencari waktu yang tepat

Sebagian keluarga ada jam tertentu buat mengaji. Jika memang dalam keluarga kita dapat diterapkan jadwal tersebut, lanjutkanlah! .Setelah magrib , tak ada nyala televisi atau radio. Yang terdengar hanya suara mengaji.

Ada pula jadwal acak, semisal satu minggu sekali, anak-anak ‘berweekend’ program mengaji bersama keluarganya seusai subuh, sementara jadwal hariannya ‘berbeda tergantung masing-masing anak’. Ini terpulang kesepakatan tiap-tiap anggota keluarga. Semisal anak kita yang kelas 1 atau 2 SD, otomatis sepulang sekolah sudah sangat lelah, usai mandi, sholat, makan, lanjut (ter)tidur. Dikenali dan diintip-intip saja kebiasaannya, ‘jam yang On the mood’, orang tua bisa ajak mengaji ;-).

Buat yang sekolahnya jauh, manfaatkan murottal dalam mobil antar-jemputnya. Sure! dalam satu semester, anak-anak sudah hafal ayat-ayat yang tiap hari diputar ulang sepanjang perjalanan pergi dan pulang sekolah itu, insyaAllah. Hal ini terjadi pada Bang Azzam pada hafalan Surah Ath-Thoriq dan al-Fajr, sementara penulis sendiri mengalami di saat ‘mengulang-ulang an-Nazi’at. Ananda Sayyif, di usia 5 tahun, ‘otodidak dengan mendengarkan saja’, hafal ar-Rahman sebanyak 20 ayat.

Alhamdulillahilladzi bi nimatihi tattimush sholihaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

Semoga Allah azza wa jalla limpahi taufiq hidayah buat kita semua, faghfirlana…

Waullohu a’lam bisshowab.

(@bidadari_Azzam, KL 9 Dzulhijjah 1437h)

 

Check Also

Sudut Renungan Saat Ruqyah Syar’iyyah

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِAssalamualaikum Warahmatullahi Wabarokatuh! Al-Hasan Al-Bashri berkata, “Wahai anak Adam, sesungguhnya kamu akan ...

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: