Di Tramwajem (kereta api listrik yang cepat dan tertib, di Krakow) yang sudah direnovasi selalu ada beberapa layar televisi yang terletak di langit-langit atas ujung tiap gerbongnya. Para penumpang disuguhi cerita pendek pelawak yang berpantomim, iklan layanan masyarakat tentang info pariwisata, proyek baru kota, peringatan membagi jenis-jenis sampah, dll, atau juga informasi kesehatan dan info rute Tramwajem tersebut.
Saya jatuh hati pada iklan ajaran moral buat masyarakatnya yang selalu diputar-putar ulang, ditampilkan kisah nyata seorang nenek bernama Halina, sudah keriput, bungkuk, tertatih-tatih dengan tongkatnya. Pani Halina melamun di depan televisi usangnya seraya tampak menyesali diri. Di layar yang ditontonnya adalah kisah yang sama persis dengan masa mudanya dahulu, sebagai Halina muda penari telanjang di berbagai bar terkenal. Halina yang setiap hari bergelimang uang, sibuk menghabiskan harta untuk shopping baju model terbaru, alat-alat make-up, urusan ke salon, bergonta-ganti warna rambut, juga bergelas-gelas minuman beralkohol masuk ke perutnya. Dan entah berapa bungkus rokok ia hisap per-hari yang juga plus sejenis narkotika di dalamnya.
Halina tua menitikkan air mata, lalu perlahan ia seka dengan gundah. Ia raba kaki dan lengannya, kulit-kulit rentanya dengan ragam bintik hitam yang dulu sangat kencang dan asyik dipamerkan dengan tawa renyahnya, semakin mengingat usia mudanya yang telah berlalu, maka makin deraslah air matanya.
Hidup Halina terasa tak tentram, tawa di wajahnya adalah kebohongan, sementara dalam hati selalu gelisah dan menangis. Ia bercerai beberapa kali dengan suami berbeda bangsa, namun tak satu kali pun merasakan kehamilan. Masa tua hanya berteman anjing peliharaannya, tiada anak dan riangnya cucu sebagaimana para manula lain. Inti iklan tersebut ternyata kalimat yang artinya kira-kira “Jangan menyesali hidup seperti jalan hidup Pani Halina, hindari minuman beralkohol dan anjuran untuk tidak merokok”. Hatiku turut berdo’a, semoga hikmah yang diambil Halina lebih dari itu, semoga cahaya hidayah-NYA merasuk ke celah nuraninya. Jalan taubat adalah hal terindah, dan Islam adalah satu-satunya sandaran keselamatan dunia dan akhirat.
Sister Zaynab, dari kota tetangga, yang berkuliah di Krakow, punya wajah mirip si Halina muda. Namun syukur walhamdulillah, jalan masa muda yang dilaluinya berbeda. Sister Zaynab memperoleh petunjukNYA di usia remaja, langsung ikhlas ia tutup auratnya meskipun hijabnya itu adalah model baju teraneh disini. Dengan bahasa Inggris yang terpatah-patah, sister Zaynab mengatakan bahwa sekarang ia sudah hafal semua bacaan setiap gerakan sholat, dan dengan malu-malu ia berucap bahwa membaca ayat Al-Qur’an itu adalah suatu ujian yang sulit, ia sedang belajar mengaji, memahami berbagai rambu-NYA, masih berusaha menjalankan islam secara kaffah.
Allah ta’ala mengingatkan, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At-Tiin [95] : 4-6)
Saudari kita lainnya, Husna, teman sister Zaynab yang berusia lebih muda, tahun lalu baru saja lulus ujian masuk ke perguruan tinggi negeri terpopuler di Krakow, yang merupakan universitas ternama di Poland dan Uni-Eropa. Husna memang bercita-cita memasuki PTN itu, katanya, “Kalau lulus dari situ, bea siswa lanjutannya bisa kemana-mana, sist… ke Amrik, ke negara Eropa lainnya, UK, dll, makanya saya senang sekali bisa kuliah di sini…”, ujarnya. Wajar saja, orang tua dan saudaranya telah lama tinggal dan bekerja di Poland, sudah bayar pajak yang besar di negeri ini, Husna merasa bahwa ia harus meraih cita-citanya dengan tidak terlalu membebani orang tua. Saya salut dengan semangatnya, ia bahkan rajin berpuasa selama satu semester penuh sebelum masa pengumuman kelulusan PTN tersebut. Alasan Husna, setiap hari ia lebih percaya diri saat berpuasa. Sekarang Husna sedang bergelut dengan kesibukan pelajarannya, ada rasa bangga juga dalam kalbu, di Krakow saudari muslimah—yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan, memang selalu berprestasi. Husna, kakak dan adiknya tampak selalu mengingat ‘potensi masa muda’, dan pesan orang tua mereka tentang hadits rasul-Nya senantiasa melekat di hati, Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam berwasiat,
“Ambillah lima perkara sebelum lima perkara: (1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, (2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, (3) Masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, (4) Masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, (5) Masa Hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim dalam Al-Mustadroknya)
Berti, sohib new-muslimah, beliau bersuamikan muslim Turki dan sekarang tinggal di Krakow. Dalam melalui jalan hikmah-Nya, Berti banyak bersyukur karena merasa telah menata diri dengan tepat. “Bayangkan sister, teman-teman sekitar kita ‘kan kalau memutuskan menikah, setelah tinggal bersama pasangan beberapa tahun bahkan punya anak terlebih dahulu, jadi ada pula teman wanitaku yang bergonta-ganti pasangan serumah hingga menemui kecocokan untuk memilih jalan pernikahannya… Wah, Alhamdulillah, Allah knows the best for me, saya sudah menjadi muslimah dan tidak memiliki cerita gonta-ganti pasangan seperti mereka…”, ucapan Berti disertai sorot mata penuh kesyukuran.
Saya memang sudah beberapa kali diskusi kecil dengan beberapa teman lokal pula, termasuk dengan dokter-dokter keluargaku, sebab saat kontrol kehamilan beberapa waktu lalu, seringnya masih ada beberapa menit waktu tersisa untuk membicarakan berbagai hal, terkadang sedikit cerita pribadi pun mereka ungkapkan. Ternyata, di Krakow-Poland, serta negara sekitarnya yang memang terbiasa bergaul bebas, maka “kumpul kebo” menjadi hal yang sangat biasa, orang berpendidikan formal ataupun tidak, orang yang masih remaja maupun yang sudah manula, laki-laki dan perempuan, hal “hidup se-ranjang serumah sebagai ajang coba-coba sebelum menikah adalah sangat dimaklumi dan bukan sesuatu yang salah” (kalau di negara kita, Indonesia, tentunya hal ini merupakan pelanggaran berbagai norma, apalagi kalau berkaca pada rambu-rambu Al-Islam, perbuatan itu haram). Namun tanpa malu dan sungkan, mereka bisa menceritakan pengalaman hidup mereka dengan pasangan ‘tak resmi’ tersebut, kalimat-kalimatnya lancar saja, seperti contoh Gabriela yang memilih tak menikah hingga kini di usia hampir 40 tahun, ia bilang, “Yaaah, setelah tiga tahun, saya merasa bahwa kami tak cocok, maka kami berpisah…”, enteng sekali nada bicaranya. Atau saat Angelina bilang, “Saat anak pertama kami lahir, barulah saya dan kekasihku merancang pernikahan di tahun berikutnya…”, naudzubillahi minzaliik, bisik hatiku.
Maka, Berti sohibku tak henti-henti bersyukur, ia merupakan muslimah yang harus tegar di tengah-tengah kondisi pergaulan bebas, ramainya bisikan dan godaan setan. Salut buat Berti pula, usianya di atas 30-an, tapi sekarang di saat kesibukannya padat sebagai ibu dari dua anak yang memasuki pre-school, ia malah bersemangat sekolah lagi, ternyata sekolahnya “setingkat SMU” lho. Memang di Poland, di Turki juga, kata sister Yasmin, banyak orang seperti Berti, melanjutkan ‘sekolah-sekolah tingkat atas’ saat sudah dewasa, sering dikarenakan kesibukan-kesibukan telah bekerja, atau beragam alasan lain. Yang jelas, lanjutan sekolah seterusnya saat memasuki universitas bagi mereka, tak ada masalah, sepanjang memang nilai-nilainya bagus. Berti berencana menjadi seorang penerjemah-tersumpah dengan kemampuan bahasa asing yang telah dimilikinya.
Semangat belajar Berti mengingatkanku pada seorang paman di dusun almarhum kakek. Paman tersebut menderita cacat di kaki kirinya, sewaktu berusia kanak-kanak mengalami kecelakaan. Namun tak ada perubahan pada senyum dan keceriaannya. Ia tetap menyelesaikan sekolahnya dengan baik. Ia bersemangat membantu orang tua di kebun dan sawah, hingga saat ia berkeluarga, memiliki tiga orang putra-putri, kreativitas dan prestasinya sebagai seorang pemimpin keluarga tak pernah pudar. Saya tak pernah mendengarnya mengeluh prihal ‘kekurangan’ pada kakinya tersebut, ia cenderung menatap optimis ke depan, bukan menyesali apa yang telah terjadi. Lantas, kita yang memiliki kesehatan jiwa raga yang komplet, apakah masih berkeluh kesah atas terjalnya jalan hidup yang dilalui? Tentu tidak! Kita bisa menempa semangat diri saat mengambil hikmah dari pengalaman orang lain.
Beragam pilihan jalan, kita selalu harus melakukan pilihan di berbagai hal dalam meniti jalan perbekalan di dunia ini, ribuan bahkan jutaan pilihan. Betapa kita sangat membutuhkan limpahan pertolongan Allah, petunjuk-Nya dalam setiap aktivitas dan persoalan kehidupan kita. Adalah hal yang tepat berpegang teguh pada ayat-ayat-Nya serta sunnah rasul-Nya agar pilihan-pilihan yang kita jalani selalu diiringi kemudahan, keberkahan dan keridhoan-Nya.
Suatu nikmat yang amat besar, pada detik ini, kita berada dalam rambu-rambu Islam, yang selalu mengabarkan berita baik akan keselamatan dunia dan akhirat jika jalan taubat dan amal shalih menjadi pilihan kita dalam mengarungi bahtera kehidupan. Hari esok senantiasa menjadi misteri, Allah ta’ala selalu memiliki ragam skenario yang paling indah buat kita.
Tanpa keimanan saat meniti jalan di muka bumi, maka Allah ta’ala telah mengingatkan kita, “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui.”(QS. Al-Ankabut [29] : 41)
“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, ‘ya Rabbku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal shalih terhadap yang telah aku tinggalkan,’ Sekali-kali tidak, Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (QS. Al-Mukminun [23] : 99-100)
Jalan yang dipilih orang-orang yang mendekap hidayah-Nya tak pernah lepas dari akal cerdas yang senantiasa berpikir, pandangan hidup yang memberikan berbagai hikmah dan pelajaran, lisan berhias dzikrulloh, hati nan selalu bersyukur dalam ketaatan pada-Nya, serta memupuk kesabaran dan sungguh-sungguh dalam mengoptimalkan segala usaha.
Sepanjang waktu kita berhadapan dengan ragam pilihan. Begitu bernilainya sang waktu, jangan sampai terbuang sia-sia ketika kita telah memantapkan sebuah pilihan dalam episode-episode yang dilalui, Maha Benar Allah dalam firman-Nya, “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali, orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya menaati kebenaran dan menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr [103] : 1-3)
Wallahu ‘alam bisshowab,
(bidadari_Azzam, bidadariazzam.blogspot.com @Krakow, jelang subuh 22 juni 2011)