Bismillah….
IMAM al-Ghazali menyebut dalam kitabnya Ayyuhal Walad ketika menasehati muridnya: “Engkau bertanya kepadaku mengenai ikhlas, maka ikhlas itu engkau menjadikan segala amalanmu hanya untuk Allah SWT dan hati engkau tidak merasa senang dengan pujian manusia serta engkau tidak peduli dengan kecaman mereka.”
Ikhlas ialah ungkapan sering keluar dari mulut tetapi hakikatnya hanya Allah SWT saja Yang Maha Mengetahui apakah ucapan lidah itu sama dengan apa tersemat dalam hati.
Hal ini karena keikhlasan bukanlah perbuatan lahiriah yang terlihat tetapi tersembunyi di dalam hati manusia yang hanya pemilik hati dan Allah SWT yang mengetahuinya. Ikhlas berasal dari kata ‘kha-lam-sad’ yang berarti kosong, bersih, bebas, tidak tercampur dan bening.
Menariknya apabila kita merenungkan ayat al-Quran, kalimah khalasa digunakan bersama kalimah susu untuk menggambarkan kualitas susu yang bukan saja diketahui bersih, bahkan asli, tidak bercampur atau tercemar sedangkan kedudukan susu dalam perut hewan di antara tempat najis yang kotor (farth) dan juga darah (damm). Firman Allah SWT: “Kami memberimu minum daripada apa yang ada dalam perutnya, yaitu susu bersih (labanan khalisan) di antara kotoran najis dan darah.” (Al-Nahl: 66)
Masya Allah….
Dalam penciptaan hewan ternak atau al-an’am (mengacu pada hewan seperti sapi, domba dan unta) banyak ibrah atau pelajaran yang bisa dipetik, yaitu bagaimana terjadinya susu hewan terletak di antara dua bagian yang kotor dan feses. Namun mampu menghasilkan susu murni yang bersih dan enak untuk diminum, tanpa kotor dan tanpa bau yang tidak sedap.

Para ulama membandingkan susu suci murni dengan keadaan kualitas tulus seseorang. Imam Shaqiq al-Balkhi ketika ditanya tentang ketulusan, menjawab: "Ketulusan membedakan antara amalan yang sempurna (diterima) dari cacat (karena riyak) seperti halnya susu suci yang murni ada antara darah dan kotoran." Posisi susu dalam kantong tertutup hewan dan terlindung dari kotoran dan darah juga melambangkan amalan kita yang harus tertutup dan tersembunyi dari pengetahuan manusia. Oleh karena itu, amalan menjadi bersih, suci dan tidak ternoda seperti susu yang tidak dikotori oleh darah atau kotoran di sekitar. Amalannya jika terkena akan mudah terkontaminasi riyak seperti susu di dalam perut hewan, jika terkena mau tidak mau akan kotor bercampur kotoran dan darah dan tidak bisa diminum lagi. Allah SWT menuntut agar hamba-Nya beribadah dengan ikhlas dan tidak menyekutukan-Nya (Syirik). Kemusyrikan atau menyekutukan Allah SWT memiliki dua arti, yaitu pertama, kemusyrikan dalam iman atau penyembahan selain Allah SWT seperti berhala. Disebut syirik jali atau terang dan nyata.
Kedua, syirik juga mengacu pada melakukan ibadah tetapi bukan untuk mencari keridhaan Allah SWT tetapi untuk tujuan selain-Nya. Ini disebut khafi atau syirik tersembunyi dan juga disebut syirik kecil. Di antara hal-hal umum yang dilakukan manusia adalah melakukan perbuatan baik untuk dilihat oleh orang lain dan untuk pamer (riyak). Selain itu, suka dipuji orang dan mendengarkan pujian manusia (sum'ah) atau melakukan ibadah dan merasa bangga dan takjub dengan diri sendiri seolah-olah kita lebih baik dari orang lain (keheranan/terpesona). Na'udzubillahiminzaliik...
Ulama juga membahas situasi jika niat seseorang dicampur (niyyat mushtarakah) yang awalnya karena Allah SWT, tetapi berubah menjadi duniawi, lalu amalan apa yang bisa diterima? Kebanyakan pendapat mengatakan amalan itu tertolak (mardud) dan tidak dianggap ikhlas hingga kita dianjurkan untuk selalu menjaga niat dari awal hingga akhir agar selalu ikhlas mencari ridha-Nya.
Ada kalanya seseorang ikhlas di tahap awal, namun lama kelamaan godaan setan dan hawa nafsu menyelinap masuk ke dalam hati, menimbulkan keraguan dan mengaburkan niat hingga niat semula rusak, kemudian beralih ke keinginan duniawi.
Imam al-Ghazali dalam kitab Ayyuhal Walad juga menjelaskan perasaan riak yang timbul karena memuliakan orang secara berlebihan dengan menempatkan orang mampu memberi manfaat sedangkan dalam keimanan kita, Ahli Sunnah Wal Jamaah (ASWJ) hanya Allah SWT yang mampu memberi manfaat dan mudharat.
Karena pemuliaan itu, mereka ingin mencari kemuliaan di sisi manusia dengan mengesampingkan kemuliaan yang seharusnya diraih dari Allah SWT. Untuk menghilangkan riyak-riyak, Imam al-Ghazali menasehati kita untuk menanamkan tekad di dalam hati kita bahwa manusia di sekitar kita tidak hebat, malah mereka seperti makhluk mati (jamadat) seperti batu atau pohon yang tidak mampu memberikan manfaat dan kemuliaan. . .
Niscaya, kita akan mampu berikhtiar dengan ikhlas hanya kepada Allah SWT.
Diriwayatkan bahwa seorang laki-laki yang suka memamerkan amalannya pada suatu hari ketika shalat sunnah di masjid sendirian, ia mendengar pintu terbuka. Kemudian beliau mulai memperbanyak shalat, memperindah rukun, memperpanjang sujud dan melakukan yang terbaik dengan harapan orang yang masuk memuji dan menelaah ibadahnya.
Setelah memberi salam, lelaki itu menoleh ke belakang tetapi yang dia lihat sebenarnya hanya seekor kucing. Ternyata pintu itu didorong oleh seekor kucing, bukan manusia seperti yang dia kira. Ia pun menyayangkan, dan kemudian menyadari apa manfaatnya menunjukkan amalan itu hanya kepada kucing dan bukan kepada Allah SWT sebagaimana mestinya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW menyebutkan tiga golongan yang akan mendapat azab di akhirat karena riyak: (diberikan kepadanya) kemudian ia mengakuinya. Allah berfirman: “Lalu apa yang kamu lakukan dengan nikmat itu?” Dia menjawab: “Aku berjuang di jalanmu sampai mati syahid.” Allah berfirman: “Kamu bohong, sebenarnya kamu sedang berperang sehingga kamu dikatakan pemberani dan kamu dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian dia diperintahkan untuk diseret wajahnya untuk dibuang ke neraka.
Dan (yang kedua adalah orang) yang mempelajari ilmu (agama), mengajarkannya dan dia membaca (menghafal) Al-Qur’an. Maka dia dibawa pergi, dan Allah mengingatkannya akan nikmat-Nya, maka dia mengakuinya. Allah berkata: “Lalu apa yang kamu lakukan dengan itu?” Dia menjawab: “Saya belajar ilmu (agama), mengajarkannya dan saya membaca Al-Qur’an karena Anda.” Allah berfirman: “Kamu berbohong, tetapi sebenarnya kamu mencari ilmu agar kamu disebut saleh dan kamu membaca Al-Qur’an sehingga dikatakan ‘Dia membaca’ dan kamu dikatakan seperti itu (di dunia). ” Kemudian dia diperintahkan untuk diseret wajahnya sampai dia dilemparkan ke neraka.
Dan (yang ketiga adalah orang) yang kepadanya Allah telah memberikan (kekayaan) yang cukup dan Dia telah memberinya segala macam kekayaan. Maka dia dibawa pergi, dan Allah mengingatkannya akan nikmat-Nya, maka dia mengakuinya. Allah berkata: “Lalu apa yang kamu lakukan padanya?” Dia menjawab: “Aku tidak meninggalkan satu jalan pun yang Engkau ridhoi jika seseorang melakukannya di sana kecuali aku membuatkan di sana untuk-Mu.” Allah berfirman: “Kamu berbohong, tetapi sebenarnya kamu melakukannya untuk dikatakan ‘dia murah hati’ dan kamu dikatakan seperti itu (di dunia).” Kemudian dia diperintahkan untuk diseret wajahnya untuk dibuang ke neraka.” (HR Muslim)
Marilah kita semua menjaga hati kita, agar kita selalu ikhlas mencari keridhaan Allah SWT. Dengan ikhlas yang hanya Allah SWT nan maha mengetahui, maka sempurnalah amalan sholih yang kita lakukan, insya Allah… Barokallohufeekum!
(#repost #reminder, KL Oct 2021)